Zina dan Hukuman Rajam
Pertanyaan
Assalaamu 'alaikum warrohmatullahi wabarokatuhu
Al-Ustadz yang dimulyakan Allah SWT,
Saya pernah berzina, sebelum menikah. Kini saya sedang menjalani taubat salah satunya dengan menikah. Sekarang saya ada kesempatan bekerja di negeri yang menegakkan Syariat Islam, yaitu Arab Saudi.
Agar taubat saya benar-benar diterima oleh Allah SWT dengan cara menjalankan syariat pertaubatan yang syar'i, saya berencana akan mengakui perbuatan saya dihadapan pengadilan Arab Saudi agar saya dihukum cambuk. Saya mohon pendapat dan saran dari Ustadz agar saya punya dalil dalam melaksanakan rencana saya, saya tunggu jawaban segera karena akan berangkat beberapa bulan ke depan.
Jazakallahu bilkhoir, amin.
Maman Tazakka
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda,
Hindarilah pelaksanaan hukum hudud dengan adanya syubuhat.
Pesan yang bisa kita dapat dari sabda beliau ini adalah bahwa meski Allah SWT memerintahkan hukum hudud, namun bukan berarti kita dibolehkan main ayunkan pedang seenaknya. Juga haram untuk merajam pezina begitu saja. Selain itu dilarang main potong tangan pencuri semaunya.
Sebab hukum hudud itu punya aturan, syarat, ketentuan, mekanisme yang sudah baku. Manakala semua hal itu belum terpenuhi, eksekusi belum boleh dilakukan. Itulah makna sabda nabi untuk menghindari dari eksekusi.
Syarat Terlaksananya Rajam
Para ulama mazhab Al-Hanafiyah memberikan definisi tentang zina sebagai berikut:
"Hubungan seksual yang haram yang dilakukan oleh mukallaf (aqil baligh) pada kemaluan wanita yang hidup dan musytahah dalam kondisi tanpa paksaan dan dilakukan di wilayah hukum Islam, di luar hubungan kepemilikan (budak) atau nikah atau syubhat kepemilikan atau syubhat nikah."
Bila kita breakdown definisi Al-Hanafiyah ini maka kita bisa melihat lebih detail lagi:
Sehingga dalam pendapat ini, bila zina itu dilakukan di Indonesia yang tidak memberlakukan hukum Islam, maka tidak bisa dieksekusi di negeri Islamyang lain. Sebab kejadian yang tidak terdapat pada wilayah hukum Islam, termasuk salah menjadi penyebab tidak tercukupinya syarat untuk eksekusi.
Jadi meski Anda datang ke Saudi Arabia dan minta kepada mahkamah syar'iyah untuk dirajam, masih ada masalah dengan tempat kejadian perkara (TKP) yang bukan di wilayah hukum Saudi. Boleh jadi pemerintah Saudi menolaknya.
Selain itu yang juga mungkin akan menjadi kendala adalah ternyataAnda juga bukan warga negara Saudi, kejadiannya pun juga bukan di Saudi. Maka kami tidak yakin bahwa pemerintah negara itu mau melaksanakan apa yang Anda inginkan.
Di Indonesia Tidak Ada Hukum Rajam
Di negeri kita memang tidak ada hukum rajam, maka tidak perlu dilakukan secara pribadi. Sebab hukum rajam hanya boleh dilakukan bilamana suatu negara secara resmi membelakukannya. Hanya dalam kapasitas negara saja hukum rajam ini boleh dilakukan.
Kewajibannya ada di pundak kepala negara dan orang-orang yang duduk di dalam struktur pemerintahan, termasuk anggota DPR yang kerjanya membuat hukum dan undang-undang.
Sedangkan institusi swasta, ormas, gerakan agama, yayasan, apalagi sosok ustadz yang bersifat individu, sama sekali tidak punya hak apalagi wewenang untuk menjalankan hukum rajam.
Maka bagi seorang yang berzina sementara di negaranya tidak berlaku hukum rajam, cukuplah bertubat. Namun dirinya harus siap bila suatu ketika berlaku hukum rajam.
Tanpa Rajam Apakah Diampuni?
Jawabnya memang bisa diampuni. Yang penting bertaubat, bukan pelaksanaan hukum rajamnya. Melaksanakan hukum rajam baru wajib bila memang ada sistem hukumnya.
Tapi yang menjadi syarat paling dasar justru taubat. Dan syarat taubat ituadalah:
1. Meninggalkan dosa tersebut.
Sebelum taubat dilakukan, seorang yang berdosa harus berhenti dulu dari melakukan dosa-dosanya. Sebagaimana Ibnul-Qoyyim katakan: ”Taubat mustahil terjadi, sementara dosa tetap dilakukan”.
2. Menyesal atas perbuatannya
Bukan cuma berhenti dari dosa, tetapi harus muncul sebuah perasaan sesal di dalam hati yang paling dalam atas dosa itu. Rasulullah bersabda: ”Menyesal adalah taubat”.
3. Berazzam untuk tidak mengulangi lagi.
Ibnu Mas’ud berkata: ”Taubat yang benar adalah: Taubat dari kesalahan yang tidak akan diulangi kembali, bagaikan mustahilnya air susu kembali pada kantong susunya lagi.”
4. Ikhlash
Ibnu hajar berkata: “Taubat tidak sah kecuali dengan ikhlash”. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS. At Tahrim [66]: 8 ).
Yang dimaksud taubat yang murni adalah taubat yang ikhlash.
5. Sebelum Mati
Taubat harus dilakukan pada masa diterima-nya taubat, yaitu sebelum saat sakarotul maut (kematian) dan sebelum matahari terbit dari barat atau qiamat terjadi.
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang” (QS. An-Nisaa [4]: 18).
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama belum dalam sakarotul-maut” (HR Tirmidzi).
Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, Allah akan menerima taubatnya” (HR Muslim).
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Assalaamu 'alaikum warrohmatullahi wabarokatuhu
Al-Ustadz yang dimulyakan Allah SWT,
Saya pernah berzina, sebelum menikah. Kini saya sedang menjalani taubat salah satunya dengan menikah. Sekarang saya ada kesempatan bekerja di negeri yang menegakkan Syariat Islam, yaitu Arab Saudi.
Agar taubat saya benar-benar diterima oleh Allah SWT dengan cara menjalankan syariat pertaubatan yang syar'i, saya berencana akan mengakui perbuatan saya dihadapan pengadilan Arab Saudi agar saya dihukum cambuk. Saya mohon pendapat dan saran dari Ustadz agar saya punya dalil dalam melaksanakan rencana saya, saya tunggu jawaban segera karena akan berangkat beberapa bulan ke depan.
Jazakallahu bilkhoir, amin.
Maman Tazakka
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda,
Hindarilah pelaksanaan hukum hudud dengan adanya syubuhat.
Pesan yang bisa kita dapat dari sabda beliau ini adalah bahwa meski Allah SWT memerintahkan hukum hudud, namun bukan berarti kita dibolehkan main ayunkan pedang seenaknya. Juga haram untuk merajam pezina begitu saja. Selain itu dilarang main potong tangan pencuri semaunya.
Sebab hukum hudud itu punya aturan, syarat, ketentuan, mekanisme yang sudah baku. Manakala semua hal itu belum terpenuhi, eksekusi belum boleh dilakukan. Itulah makna sabda nabi untuk menghindari dari eksekusi.
Syarat Terlaksananya Rajam
Para ulama mazhab Al-Hanafiyah memberikan definisi tentang zina sebagai berikut:
"Hubungan seksual yang haram yang dilakukan oleh mukallaf (aqil baligh) pada kemaluan wanita yang hidup dan musytahah dalam kondisi tanpa paksaan dan dilakukan di wilayah hukum Islam, di luar hubungan kepemilikan (budak) atau nikah atau syubhat kepemilikan atau syubhat nikah."
Bila kita breakdown definisi Al-Hanafiyah ini maka kita bisa melihat lebih detail lagi:
- Hubungan seksual : sedangkan percumbuan yang tidak sampai penetrasi bukanlah dikatakan sebagai zina.
- Yang haram : maksudnya pelakuknya adalah seorang mukallaf (aqil baligh). Maka orang gila atau atau anak kecil tidak masuk dalam definisi ini.
- pada kemaluan: sehingga bila dilakukan pada dubur bukanlah termasuk zina oleh Al-Imam Abu Hanifah. Sedangkan oleh Al-Malikiyah, Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah meski dilakukan pada dubur sudah termasuk zina.
- seorang wanita : bila dilakukan pada sesama jenis atau pada binatang bukan termasuk zina.
- yang hidup : bila dilakukan pada mayat bukan termasuk zina.
- musytahah : maksudnya adalah bukan wanita anak kecil yang secara umum tidak menarik untuk disetubuhi.
- dalam kondisi tanpa paksaan : perkosaan yang dialami seorang wanita tidaklah mewajibkan dirinya harus dihukum.
- dan dilakukan di wilayah hukum Islam (darul Islam)
- di luar hubungan kepemilikan (budak) atau nikah atau syubhat kepemilikan atau syubhat nikah.
Sehingga dalam pendapat ini, bila zina itu dilakukan di Indonesia yang tidak memberlakukan hukum Islam, maka tidak bisa dieksekusi di negeri Islamyang lain. Sebab kejadian yang tidak terdapat pada wilayah hukum Islam, termasuk salah menjadi penyebab tidak tercukupinya syarat untuk eksekusi.
Jadi meski Anda datang ke Saudi Arabia dan minta kepada mahkamah syar'iyah untuk dirajam, masih ada masalah dengan tempat kejadian perkara (TKP) yang bukan di wilayah hukum Saudi. Boleh jadi pemerintah Saudi menolaknya.
Selain itu yang juga mungkin akan menjadi kendala adalah ternyataAnda juga bukan warga negara Saudi, kejadiannya pun juga bukan di Saudi. Maka kami tidak yakin bahwa pemerintah negara itu mau melaksanakan apa yang Anda inginkan.
Di Indonesia Tidak Ada Hukum Rajam
Di negeri kita memang tidak ada hukum rajam, maka tidak perlu dilakukan secara pribadi. Sebab hukum rajam hanya boleh dilakukan bilamana suatu negara secara resmi membelakukannya. Hanya dalam kapasitas negara saja hukum rajam ini boleh dilakukan.
Kewajibannya ada di pundak kepala negara dan orang-orang yang duduk di dalam struktur pemerintahan, termasuk anggota DPR yang kerjanya membuat hukum dan undang-undang.
Sedangkan institusi swasta, ormas, gerakan agama, yayasan, apalagi sosok ustadz yang bersifat individu, sama sekali tidak punya hak apalagi wewenang untuk menjalankan hukum rajam.
Maka bagi seorang yang berzina sementara di negaranya tidak berlaku hukum rajam, cukuplah bertubat. Namun dirinya harus siap bila suatu ketika berlaku hukum rajam.
Tanpa Rajam Apakah Diampuni?
Jawabnya memang bisa diampuni. Yang penting bertaubat, bukan pelaksanaan hukum rajamnya. Melaksanakan hukum rajam baru wajib bila memang ada sistem hukumnya.
Tapi yang menjadi syarat paling dasar justru taubat. Dan syarat taubat ituadalah:
1. Meninggalkan dosa tersebut.
Sebelum taubat dilakukan, seorang yang berdosa harus berhenti dulu dari melakukan dosa-dosanya. Sebagaimana Ibnul-Qoyyim katakan: ”Taubat mustahil terjadi, sementara dosa tetap dilakukan”.
2. Menyesal atas perbuatannya
Bukan cuma berhenti dari dosa, tetapi harus muncul sebuah perasaan sesal di dalam hati yang paling dalam atas dosa itu. Rasulullah bersabda: ”Menyesal adalah taubat”.
3. Berazzam untuk tidak mengulangi lagi.
Ibnu Mas’ud berkata: ”Taubat yang benar adalah: Taubat dari kesalahan yang tidak akan diulangi kembali, bagaikan mustahilnya air susu kembali pada kantong susunya lagi.”
4. Ikhlash
Ibnu hajar berkata: “Taubat tidak sah kecuali dengan ikhlash”. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (QS. At Tahrim [66]: 8 ).
Yang dimaksud taubat yang murni adalah taubat yang ikhlash.
5. Sebelum Mati
Taubat harus dilakukan pada masa diterima-nya taubat, yaitu sebelum saat sakarotul maut (kematian) dan sebelum matahari terbit dari barat atau qiamat terjadi.
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang” (QS. An-Nisaa [4]: 18).
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba, selama belum dalam sakarotul-maut” (HR Tirmidzi).
Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, Allah akan menerima taubatnya” (HR Muslim).
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Comments
Post a Comment