Air Susu Ibu vs Air Susu Ibu Sapi
Susu manusia buat anak manusia, susu sapi buat anak sapi. Sepakat ?
Namun beraneka rupa iklan susu bubuk yang beredar luas, membuat
masyarakat pada umumnya mempunyai pemikiran yang salah, yakni susu sapi
adalah yang terbaik, baru kemudian air susu ibu (ASI). Coba pikirkan,
tiap pabrik susu bubuk dengan segala upaya memperbaiki susunan gizi
dalam susu bubuk yang mereka produksi, tujuannya adalah supaya kualitas
susu bubuknya mirip dengan kualitas ASI. Jadi jelas ASI adalah pilihan
paling tepat bagi anak manusia.
ASI semakin di minum akan semakin bertambah banyak, jadi jangan takut kekurangan. ASI selalu mempunyai suhu standarnya, tingkat kesegaran yang yahud dan tentu bebas bakteri, serta mudah dicerna. ASI mengandung berbagai macam zat antibodi yang berasal dari ibu, memberi perlindungan terhadap berbagai sumber penularan penyakit bagi bayi. Bayi yang minum ASI dibanding dengan bayi yang minum susu bubuk buatan, lebih jarang terjangkit bermacam penyakit akut maupun kronis.
Jangan lupa, ASI juga bisa mengikuti pertumbuhan bayi dengan otomatis merubah komposisinya, untuk menyesuaikan kebutuhan setiap tahap masa pertumbuhan bayi. ASI tidak mengandung jenis protein dari benda lainnya, bisa mengurangi kemungkinan yang mengakibatkan bayi terkena alergi. ASI mengandung komposisi gizi yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan otak bayi, uji klinis telah membuktikan bahwa bayi yang dibesarkan dengan ASI, IQ-nya (Intellegencia Quotient) lebih tinggi. Melalui proses menyusui, terjadi kedekatan psikologis antara bayi dan ibu, sehingga lebih mudah menumbuhkan EQ (Kecerdasan Emosional) bayi dalam kepercayaan diri sendiri maupun orang lain.
Prof Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban Enzym) setelah melalui penelitian selama 30 tahun mengambil kesimpulan kalau susu sapi justru menyebabkan penyakit osteoporosis, merusak jaringan usus, dan memperpendek umur manusia. Kenapa hampir semua orang mengatakan susu formula/susu sapi itu bagus? Jawabannya karena iklan menggerayangi mata pikiran kita setiap hari. Didalam buku best seller tersebut dikatakan bahwa: Tidak ada makanan lain yang lebih sulit di cerna daripada susu (sapi). Kasein yg membentuk kira-kira 80% dari protein yang terdapat dalam susu, langsung menggumpal menjadi satu begitu memasuki lambung sehingga menjadi sangat sulit di cerna. Komponen susu yang di jual di toko pun telah dihomogenisasi dan menghasilkan radikal bebas. Susu yang dipasteurisasi tidak lagi mengandung berbagai enzim yang berharga, karena lemaknya teroksidasi. Kualitas proteinnya pun berubah akibat suhu yg tinggi.
Susu yang mengandung banyak zat lemak teroksidasi bisa mengacaukan lingkungan dalam usus, sehingga meningkatkan jumlah bakteri jahat, dan menghancurkan keseimbangan flora bakteri dalam usus. Dikatakan juga di buku tersebut bahwa jika wanita hamil minum susu (sapi), anak-anak mereka cenderung lebih mudah terjangkit dermatitis atopik (Penyakit radang kulit yang terkait dengan alergi). Bahkan Minum susu terlalu banyak sebenarnya menyebabkan osteoporosis.
Kan sudah jelas usus sapi berbeda dengan usus manusia, masa usus manusia mau dikasih susu sapi? Susu sapi ya untuk anak sapi, susu manusia untuk anak manusia. Jadi,…mari kita katakan tidak untuk Susu Sapi.
Ditulis oleh : dr.Adi Mawardi, MARS (Direktur LKC Dompet Dhuafa)
*Dari berbagai sumber
ASI semakin di minum akan semakin bertambah banyak, jadi jangan takut kekurangan. ASI selalu mempunyai suhu standarnya, tingkat kesegaran yang yahud dan tentu bebas bakteri, serta mudah dicerna. ASI mengandung berbagai macam zat antibodi yang berasal dari ibu, memberi perlindungan terhadap berbagai sumber penularan penyakit bagi bayi. Bayi yang minum ASI dibanding dengan bayi yang minum susu bubuk buatan, lebih jarang terjangkit bermacam penyakit akut maupun kronis.
Jangan lupa, ASI juga bisa mengikuti pertumbuhan bayi dengan otomatis merubah komposisinya, untuk menyesuaikan kebutuhan setiap tahap masa pertumbuhan bayi. ASI tidak mengandung jenis protein dari benda lainnya, bisa mengurangi kemungkinan yang mengakibatkan bayi terkena alergi. ASI mengandung komposisi gizi yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan otak bayi, uji klinis telah membuktikan bahwa bayi yang dibesarkan dengan ASI, IQ-nya (Intellegencia Quotient) lebih tinggi. Melalui proses menyusui, terjadi kedekatan psikologis antara bayi dan ibu, sehingga lebih mudah menumbuhkan EQ (Kecerdasan Emosional) bayi dalam kepercayaan diri sendiri maupun orang lain.
Prof Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban Enzym) setelah melalui penelitian selama 30 tahun mengambil kesimpulan kalau susu sapi justru menyebabkan penyakit osteoporosis, merusak jaringan usus, dan memperpendek umur manusia. Kenapa hampir semua orang mengatakan susu formula/susu sapi itu bagus? Jawabannya karena iklan menggerayangi mata pikiran kita setiap hari. Didalam buku best seller tersebut dikatakan bahwa: Tidak ada makanan lain yang lebih sulit di cerna daripada susu (sapi). Kasein yg membentuk kira-kira 80% dari protein yang terdapat dalam susu, langsung menggumpal menjadi satu begitu memasuki lambung sehingga menjadi sangat sulit di cerna. Komponen susu yang di jual di toko pun telah dihomogenisasi dan menghasilkan radikal bebas. Susu yang dipasteurisasi tidak lagi mengandung berbagai enzim yang berharga, karena lemaknya teroksidasi. Kualitas proteinnya pun berubah akibat suhu yg tinggi.
Susu yang mengandung banyak zat lemak teroksidasi bisa mengacaukan lingkungan dalam usus, sehingga meningkatkan jumlah bakteri jahat, dan menghancurkan keseimbangan flora bakteri dalam usus. Dikatakan juga di buku tersebut bahwa jika wanita hamil minum susu (sapi), anak-anak mereka cenderung lebih mudah terjangkit dermatitis atopik (Penyakit radang kulit yang terkait dengan alergi). Bahkan Minum susu terlalu banyak sebenarnya menyebabkan osteoporosis.
Kan sudah jelas usus sapi berbeda dengan usus manusia, masa usus manusia mau dikasih susu sapi? Susu sapi ya untuk anak sapi, susu manusia untuk anak manusia. Jadi,…mari kita katakan tidak untuk Susu Sapi.
Ditulis oleh : dr.Adi Mawardi, MARS (Direktur LKC Dompet Dhuafa)
*Dari berbagai sumber
Comments
Post a Comment