Pengantar Memahami Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Asal Muasal Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Sebenarnya, tidak ada riwayat dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Istilah ini baru ada dan diperkenalkan oleh seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma.
Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata:
النظر إلى الرجل من أهلالسنة يدعو إلى السنة وينهى عن البدعة ، عبادة
“Melihat seseorang dari Ahlus Sunnah merupakan ajakan menuju sunnah, dan mencegah bid’ah merupakan ibadah.”[1]
Ketika menafsirkan Surat Ali Imran ayat 106, “Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram…” (QS Ali Imran (3): 106)
Berkata Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma:
تبيض وجوه أهل السنة والجماعة وتسود وجوه أهل البدعة.
“Putih berseri wajah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan hitam muram wajah ahli bid’ah.” [2]
Definisi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Berkata Syaikh Muhammad Khalil Hiras:
الْمُرَادُ بِالسُّنَّةِ : الطَّرِيقَةُ الَّتِي كَانَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصَحْابُهُ قَبْلَ ظُهُورِ الْبِدَعِ وَالْمَقَالَاتِ .
وَالْجَمَاعَةُ فِي الْأَصْلِ : الْقَوْمُ الْمُجْتَمِعُونَ ، وَالْمُرَادُ بِهِمْ هُنَا سَلَفُ هَذِهِ الْأُمَّةِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ ، الَّذِينَ اجْتَمَعُوا عَلَى الْحَقِّ الصَّرِيحِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى وَسُنَّةِ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
“Maksud dari As Sunnah adalah jalan yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdan para sahabatnya ada di atasnya, sebelum nampaknya bid’ah dan perkataan-perkataan menyimpang.
Sedangkan Al Jama’ah pada asalnya, bermakna: Kaum yang berkumpul, tetapi yang dimaksud di sini adalah pendahulu umat ini dari kalangan sahabat, tabi’in, dan orang-orang yang berkumpul di atas kebenaran yang jelas dari Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”[3]
Berkata Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu tentang makna Al Jama’ah:
الجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الَحَقّ ، وَإِن كُنْتَ وَحْدَكَ
“Al Jama’ah adalah apa-apa yang bersesuaian dengan kebenaran, walau pun kau seorang diri.”[4]
Sementara dalam kitab lain, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu pula:
إنما الجماعة ما وافق طاعة الله وإن كنت وحدك
“Sesungguhnya Al Jama’ah adalah apa-apa yang bersesuaian dengan ketaatan kepada Allah, walau kau seorang diri.”[5]
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri menjelaskan makna Al Jama’ah:
ما أنا عليه وأصحابي
“Apa-apa yang aku dan sahabatku berada di atasnya.”[6]
Syaikh Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, memberikan kesimpulan tentang maknaAhlus Sunnah wal Jama’ah, sebagai berikut:
فَأهلُ السُّنَّةِ والجماعة :
هم المتمسكون بسُنٌة النَّبِيِّ- صلى اللّه عليه وعلى آله وسلم- وأَصحابه ومَن تبعهم وسلكَ سبيلهم في الاعتقاد والقول والعمل ، والذين استقاموا على الاتباع وجانبوا الابتداع ، وهم باقون ظاهرون منصورون إِلى يوم القيامة فاتَباعُهم هُدى ، وخِلافهم ضَلال .
“Maka, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mereka yang berpegang teguh dengan sunnah (jalan) Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dan menempuh jalan mereka dalam perkara aqidah, ucapan, dan perbuatan, dan orang-orang yang istiqamah dalam ittiba’ (mengikuti sunnah) dan menjauhkan bid’ah, merekalah orang-orang yang menang dan mendapat pertolongan pada hari kiamat. Maka mengikuti mereka adalah petunjuk, dan berselisih dengan mereka adalah sesat.”[7]
Jadi, ada dua kata kunci dalam memahami istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah:
Apa yang mereka jalankan? Yakni thariqah (metode/jalan) yang pernah dilakoni oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sahabat, dan tabi’in.
Siapa sajakah mereka? Yakni Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabat, dan tabi’in, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, bersama kebenaran yang mereka bawa.
Sehingga, siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, manusia yang mengikuti jalan yang pernah ditempuh mereka, maka itulah Ahlus Sunnah wal Jamaah, walaupun dia seorang diri.
Nama Lain Dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah memiliki beberapa nama lain, yakni:
1. Al Firqah An Najiyah (Golongan yang Selamat)
Di berbagai kitab, para Ulama mengistilahkan Ahlus Sunnah wal Jama’ahdengan nama Al Firqah An Najiyah. Pengistilahan ini terinspirasi dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang perpecahan umat (hadits iftiraq), yang menyebutkan hanya ada satu kelompok yang yang selamat dan masuk surga.
Sementara Imam Muhammad bin Abdil Wahhab menyebutnya dengan istilahAl Millah An Najiyyah.[8]
Dari ‘Auf bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
افْتَرَقَتْ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَافْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً فَإِحْدَى وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ قَالَ الْجَمَاعَةُ
“Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, satu di surga, yang 70 di neraka. Nasrani terpecah menjadi 72 golongan, satu di surga, 71 di neraka. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, satu di surga, 72 di neraka.” Rasulullah ditanya: “Ya Rasulullah, siapakah mereka?” Beliau menjawab: Al Jama’ah.”[9]
Hadits perpecahan umat, juga diriwayatkan dari beberapa sahabat selain ‘Auf bin Malik di atas, di antaranya:
Jalur Abu Hurairah, tetapi hanya menyebut jumlah perpecahan, tanpa menyebut “Satu Yang di Surga” dan tanpa menyebut Al Jama’ah.[10]
Jalur Anas bin Malik, tetapi hanya menyebut perpecahan Bani Israel (71 kelompok, semua neraka kecuali satu), dan perpecahan Umat Islam saja (72 kelompok, semua neraka kecuali satu, yakni Al Jama’ah), tanpa menyebut perpecahan Nasrani.[11] Secara zhahir, hadits ini bertentangan dengan hadits dari ‘Auf bin Malik di atas, yang menyebut umat Islam terpecah menjadi 73.
Ini hanya sebagian saja dari hadits tentang iftiraqul ummah (perpecahan umat), yang menjadi dasar bahwa Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah Al Firqah An Najiyah.
Catatan:
Sebagaian ulama ada yang meragukan validitas (keshahihan) hadits-hadits di atas. Seperti Imam Abu Muhammad bin Hazm, Imam Ibnul Wazir Al Yamani, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi hafizhahullah. Ada beberapa alasan yang mereka utarakan, di antaranya:
- Hadits ini sangat penting, bahkan Imam Al Hakim menyebutnya dengan: Ushulul Kabir (dasar-dasar yang agung). Namun, Bukhari-Muslim tidak meriwayatkannya. Betul bahwa hadits shahih juga banyak tersebar di kitab-kitab selain Bukhari-Muslim, tetapi mereka tidaklah meninggalkan dalam kitabnya masalah-masalah sepenting ini.
- Perpecahan umat Islam ada 73, kenapa umat terbaik perpecahaannya koq lebih banyak?
- Kalimat yang menyebutkan pengecualian yang selamat, yakni kata-kata: “Kecuali satu yang surga,” atau kata “Al Jama’ah” berpotensi disalahgunakan oleh sebagian orang untuk membenarkan kelompoknya, dan menyalahkan kelompok yang lain.
Bahkan Imam Ibnul Wazir, dalam Kitab Al ‘Awashim, mendhaifkan hadits-hadits ini secara keseluruhan, termasuk tambahannya, “Kecuali satu yang surga,” atau kata, “Al Jama’ah.” Beliau berkata:
وإياك والاغترار بـ “كلها هالكة إلا واحدة” فإنها زيادة فاسدة، غير صحيحة القاعدة، ولا يؤمن أن تكون من دسيس الملاحدة. قال: وعن ابن حزم: إنها موضوعة، عير موقوفة ولا مرفوعة
“Hati-hatilah Anda, jangan tertipu dengan kata – semua binasa kecuali satu- karena itu adalah tambahan yang rusak, tidak shahih, dan direkayasa oleh orang mulhid (atheis). Berkata Ibnu Hazm: hadits ini palsu, tidak mauquf(sampai di sahabat), dan tidak pula marfu’ (sampai Rasulullah).”[12]
Dalam sanadnya terdapat seorang rawi bernama: Muhammad bin Amr bin Al Qamah bin Al Waqqash Al Laitsi. Para ulama berkata tentang dia:
صدوق، له أوهام
“Orang jujur, tapi banyak keraguan.”[13]
Tetapi Imam Adz Dzahabi memberikan penilaian positif tentang dia:
وكان حسن الحديث، كثير العلم، مشهوراً
“Dia hasan (bagus) haditsnya, banyak ilmu, dan terkenal.”[14]
Juga Imam An Nasa’i dan lainnya, berkata tentang dia: “Laisa bihi ba’san” (Dia tidak apa-apa).[15]
Namun demikian yang menshahihkan hadits ini, dari kalangan pakar dan imam hadits lebih banyak dibanding yang mendhaifkan. Seperti Imam Al Hakim, Imam At Tirmidzi, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Hajar, dan lain-lain. Sedangkan Imam Ibnu Hazm, telah masyhur dikalangan ulama bahwa dia adalah orang yang sangat ketat dalam menjarh (menilai cacat) perawi hadits, sampai-sampai ulama sekaliber Imam At Tirmidzi di katakannya: majhul (tidak dikenal)!! Wallahu A’lam
2. Ath Thaifah Al Manshurah (Kelompok Yang Mendapat Pertolongan)
Ini juga sebutan lain untuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah, sebagaimana yang tersebar di berbagai kitab para ulama.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami menolong Rasul-Rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS Al Ghafir (40): 5)
“Dan Sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) Sesungguhnya mereka Itulah yang pasti mendapat pertolongan, dan Sesungguhnya tentara Kami Itulah yang pasti menang.” (QS Ash Shaffat (37): 171-173)
Dari Tsauban Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Ada sekelompok umatku yang senantiasa di atas kebenaran, tidaklah memudharatkan mereka orang-orang yang menelantarkan mereka, sampai Allah datangkan urusannya (kiamat), dan mereka tetap demikian.” (HR. Muslim, 10/36/3544)
Sementara dari jalur Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, teksnya: …senantiasa berperang di atas kebenaran … (HR. Muslim, 1/373/225. Ahmad, 29/242/14139)
3. As Sawadul A’zham (Kelompok Besar/Mayoritas)
Ini juga nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Imam Ibnu RajabRahimahullah dalam Fathul Bari, menuliskan:
وحكاه ابن شاهين عَن عامة أهل السنة ، قَالَ : وهم السواد الأعظم .
“Ibnu Syahin menghikayatkan tentang semua Ahlus Sunnah, dia berkata: mereka adalah Sawadul A’zham.”[16]
Nama ini ditegaskan langsung dalam beberapa hadits. Dari Ibnu UmarRadhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallambersabda:
لا يجمع الله هذه الأمة على الضلالة أبدا وقال : يد الله على الجماعة فاتبعوا السواد الأعظم ، فإنه من شذ شذ في النار
“Tidaklah Allah kumpulkan umat ini dalam kesesatan selamanya.” Dan beliau juga bersabda: “Tangan Allah atas jamaah, maka ikutilah As Sawadul A’zham, maka barangsiapa yang menyempal, maka dia menyempal ke neraka.” (HR. Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, 1/378/358)
Hadits lain, dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اختلفت اليهود على احدى وسبعين فرقة سبعون فرقة في النار وواحدة في الجنة واختلف النصارى على اثنتين وسبعين فرقة إحدى وسبعون فرقة في النار وواحدة في الجنة وتختلف هذه الامة على ثلاثة وسبعين فرقة اثنتان وسبعون فرقة في النار وواحدة في الجنة فقلنا انعتهم لنا قال السواد الاعظم
“Yahudi berselisih menjadi 71 kelompok, 70 ke neraka dan satu ke surga. Nasrani juga berselisih menjadi 72 kelompok, 71 ke neraka dan satu ke surga. Dan Umat ini juga berselisih mejadi 73 kelompok, 72 ke neraka dan satu ke surga.” Kami berkata: “Sifatkanlah mereka untuk kami?” Beliau bersabda: “As Sawadul A’zham”.[17]
4. As Salafiyah (Yang Terdahulu)
Ini adalah istilah paling tenar setelah Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu sendiri. Istilah ini diinspirasikan dari hadits Aisyah Radhiallahu ‘Anha berikut, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya:
وَنِعْمَ السَّلَفُ أَنَا لَكِ
“Aku adalah sebaik-baiknya salaf (pendahulu) bagimu.” (HR. Muslim, 12/208/4488. Ibnu Majah, 5/112/1610. Ahmad, 53/368/25209)
Dalam Al Quran pun ada istilah ‘salaf’ namun tidak ada kaitan sama sekali dengan ‘komunitas’ dan pemikiran aqidah yang sedang kita bahas.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (QS An Nisa (4): 22)
Dalam ayat lain:
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi Sesungguhnya akan Berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu “. (QS Al Anfal (8): 38)
Namun makna ‘salaf’ yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sebagaimana yang tertera dalam kitab I’tiqad Ahlis Sunnah Syarh Ashhabil Hadits, dalam bab Ittiba’us Salaf (mengikuti salaf):
من أصول مذهب أهل الحديث اتباع أقوال الصحابة والتابعين لهم بإحسان من أئمة الدين في أصول العقيدة خاصة وفي الدين عامة
“Di antara dasar-dasar madzhab ahli hadits adalah mengikuti perkataan para sahabat dan tabi’in (pengikut) mereka dengan baik dari para imam-imam agama, dalam perkara aqidah secara khusus, dan perkara agama secara umum.”[18]
Jadi, salafiyah adalah mengikuti salafush shalih (pendahulu yang baik), yakni Rasulullah, para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.
Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah zamanku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya.” (HR. Bukhari, 9/133/2458. Muslim, 12/358/4601)
Tidak mengapa seseorang mengaku mengikuti jejak salafus shalih, namun yang penting adalah kesesuaian antara pengakuan dan perbuatan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
لَا عَيْبَ عَلَى مَنْ أَظْهَرَ مَذْهَبَ السَّلَفِ وَانْتَسَبَ إلَيْهِ وَاعْتَزَى إلَيْهِ بَلْ يَجِبُ قَبُولُ ذَلِكَ مِنْهُ بِالِاتِّفَاقِ . فَإِنَّ مَذْهَبَ السَّلَفِ لَا يَكُونُ إلَّا حَقًّا
“Tidak aib bagi siapa saja menampakkan madzhab salaf dan menyandarkan diri dengannya, dan berbangga dengannya, bahkan wajib menerimanya (madzhab salaf) menurut kesepakatan ulama. Sebab madzhab salaf tidaklah ia melainkan kebenaran semata.” (Majmu’ Fatawa, 1/321)
Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah juga berkata ketika mengunggulkan madzhab salaf tentang masalah sifat-sifat Allah Ta’ala, mengatakan:
ونحن نعتقد أن رأي السلف من السكوت وتفويض علم هذه المعاني إلى الله تبارك وتعالى أسلم وأولى بالاتباع ، حسما لمادة التأويل والتعطيل ، فإن كنت ممن أسعده الله بطمأنينة الإيمان ، وأثلج صدره ببرد اليقين ، فلا تعدل به بديلا
“Kami meyakini bahwa pendapat salaf yakni diam dan menyerahkan ilmu makna-makna ini kepada Allah Ta’ala adalah lebih selamat dan lebih utama untuk diikuti, dengan memangkas habis takwil dan ta’thil (pengingkaran), maka jika Anda adalah termasuk orang yang telah Allah bahagiakan dengan ketenangan iman, dan disejukkan dadanya dengan salju embun keyakinan, maka janganlah mencari gantinya (salaf).”[19]
Namun tidak dibenarkan mengaku mengikuti salaf tapi tidak dibarengi dengan perilaku sebagaimana salafus shalih, dan membuat ‘gaya’ dan ‘komunitas’ sendiri yang tidak sesuai salaf itu sendiri.
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin Rahimahullah:
ولا شك أن الواجب على جميع المسلمين أن يكون مذهبهم مذهب السلف لا الانتماء إلى حزب معين يسمى السلفيين، والواجب أن تكون الأمة الاسلامية مذهبها مذهب السلف الصالح لا التحزب إلى من يسمى ( السلفيون) فهناك طريق السلف وهناك حزب يسمى (السلفيون) والمطلوب اتباع السلف
“Tidak ragu lagi, bahwa wajib bagi seluruh kaum muslimin menjadikan mazdhab mereka adalah madzhab salaf, bukan terikat dengan kelompok tertentu yang dinamakan Salafiyyin. Wajib bagi umat Islam menjadikan madzhab mereka adalah madzhab salafus shalih, bukan berkelompok kepada siapa-siapa yang dinamakan Salafiyyun. Maka, di sana ada jalansalaf, dan ada juga hizb (kelompok) yang dinamakan Salafiyun, dan yang dituntut adalah mengikuti salaf.”[20]
Sedangkan Syaikh Shalih Fauzan Hafizhahullah berkata:
هناك من يدعي أنه على مذهب السلف لكن يخالفهم ، يغلوا ويزيد ، ويخرج عن طريقة السلف ،
ومنهم من يدعي أنه على مذهب السلف ويتساهل ويضيع ويكتفي بالانتساب . الذي على منهج السلف يعتدل ويستقيم بين الإفراط والتفريط ، هذه طريقة السلف لا غلو ولا تساهل
ولهذا قال الله تعالى : } … والذين اتبعوهم بإحسان ..{
فإذا أردت أن تتبع السلف لا بد أن تعرف طريقتهم ، فلا يمكن أن تتبع السلف إلا إذا عرفت طريقتهم وأتقنت منهجهم من أجل أن تسير عليه ، وأما مع الجهل فلا يمكن أن تسير على طريقتهم وأنت تجهلها ولا تعرفها ، أو تنسب إليهم ما لم يقولوه ولم يعتقدوه ، تقول : هذا مذهب السلف ، كما يحصل من بعض الجهال – الآن – الذين يسمون أنفسهم (سلفيين) ثم يخالفون السلف ،ويشتدون ويكفرون ، ويفسقون ويبدعون . السلف ما كانوا يبدعون ويكفرون ويفسقون إلا بدليل وبرهان ، ما هو بالهوى أو الجهل ، إنك تخط خطة وتقول : من خالفها فهو مبتدع ، فهو ضال ، لا – يا أخي – ما هذا بمنهج السلف . منهج السلف العلم والعمل ، العلم أولاً ثم العمل على هدى ، فإذا أردت أن تكون سلفياً حقاً فعليك أن تدرس مذهب السلف بإتقان ، وتعرفه ببصيرة ، ثم تعمل به من غير غلو ومن غير تساهل ، هذا منهج السلف الصحيح ، أما الإدعاء والانتساب من غير حقيقة فهو يضر ولا ينفع
“Ada orang yang mengklaim bahwa dirinya di atas madzhab salaf, tetapi mereka menyelisihinya, mereka melampaui batas (ghuluw) dan menambah-nambahkan, dan keluar dari metode As Salaf. Di antara mereka juga ada yang mengaku bahwa dirinya di atas madzhab salaf, tetapi mereka menggampangkan dan meremehkan, hanya cukup menyandarkan diri (intisab). Orang yang di atas manhaj salaf itu adalah lurus dan pertengahan antara melampaui batas (ifrath) dan meremehkan (tafrith), demikianlah thariqah salaf, tidak melampaui batas atau meremehkan.
Untuk itulah Allah Ta’ala berfirman: “ …dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik ….”
Maka, jika engkau hendak mengikuti jejak salaf, maka engkau harus mengenal jalan (thariqah) mereka, tidak mungkin mengikuti mereka kecuali jika engkau telah mengenal jalan mereka, dan itqan dengan manhaj mereka lantaran engkau berjalan di atasnya. Adapun bersama orang bodoh, engkau tidak mungkin berjalan di atas thariqah mereka (salaf), dan engkau tidak mengetahuinya dan tidak mengenalnya, atau menyandarkan kepada mereka apa-apa yang tidak pernah mereka katakan atau yakini. Engkau berkata: ‘Ini madzhab salaf,’ sebagaimana yang dihasilkan oleh sebagian orang bodoh saat ini, orang-orang yang menamakan diri mereka dengan salafiyyin, kemudian mereka menyelisihi kaum salaf, mereka amat keras, mudah mengkafirkan, memfasiq-kan, dan membid’ahkan. Kaum salaf, mereka tidaklah membid’ahkan, mengkafirkan, dan memfasiq-kan kecuali dengan dalil dan bukti, bukan dengan hawa nafsu dan kebodohan. Sesungguhnya engkau menggariskan sebuah ketetapan: “Barangsiapa yang menyelisihinya, maka dia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah) dan sesat,” Tidak yaa akhi, ini bukanlah manhaj salaf.
Manhaj salaf adalah ilmu dan amal, ilmu adalah yang pertama, kemudian beramal di atas petunjuk. Jika engkau ingin menjadi salafi sejati (salafiyan haqqan), maka wajib bagimu mengkaji madzhab salaf secara itqan (benar, profesional), mengenal dengan bashirah (mata hati), kemudian mengamalkannya dengan tanpa melampau batas dan tanpa meremehkan. Inilah manhaj salaf yang benar, adapun mengklaim dan sekedar menyandarkan dengan tanpa kebenaran, maka itu merusak dan tidak bermanfaat.”
Demikian perkataan Syaikh Shalih Fauzan.[21]
Anjuran Mengikuti Ahlus Sunnah wal Jamaah
Dari Irbadh bin Sariyah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Barang siapa di antara kalian hidup setelah aku, maka akan melihat banyak perselisihan, maka hendaknya kalian berada di atas sunahku, dan sunah khulafa’ur rasyidin yang yang mendapat petunjuk, maka berpegang teguhlah padanya dan gigitlah dengan geraham kalian.”[22]
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ
“Hendaknya kalian bersama jamaah, dan hati-hatilah terhadap perpecahan.”[23]
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullsh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فمن أراد منكم بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة ، فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد
“Barang siapa di antara kalian menghendaki tamannya surga, maka berpeganglah pada jama’ah, sebab syaitan itu bersama orang yang sendirian, ada pun bersama dua orang, dia menjauh.”[24]
Para salaf juga banyak memberikan nasihat agar kita mengikuti jalan para pendahulu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Berkata Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
عليكم بالسبيل والسنة فإنه ليس من عبد على سبيل وسنة ذكر الرحمن ففاضت عيناه من خشية الله فتمسه النار وإن اقتصادا في سبيل وسنة خير من اجتهاد في إخلاف
“Hendaknya kalian bersama jalan kebenaran dan As Sunnah, sesungguhnya tidak akan disentuh neraka, orang yang di atas kebenaran dan As Sunnah dalam rangka mengingat Allah lalu menetes air matanya karena takut kepada Allah Ta’ala. Sederhana mengikuti kebenaran dan As Sunnah adalah lebih baik, dibanding bersungguh-sungguh dalam perselisihan.”
Dari Abul ‘Aliyah, dia berkata:
عليكم بالأمر الأول الذي كانوا عليه قبل أن يفترقوا قال عاصم فحدثت به الحسن فقال قد نصحك والله وصدقك
“Hendaknya kalian mengikuti urusan orang-orang awal, yang dahulu ketika mereka belum terpecah belah.” ‘Ashim berkata: “Aku menceritakan ini kepada Al Hasan, maka dia berkata: ‘Dia telah menasihatimu dan membenarkanmu.’ “
Dari Al Auza’i, dia berkata:
اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف عما كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فانه يسعك ما وسعهم
“Sabarkanlah dirimu di atas As Sunnah, berhentilah ketika mereka berhenti, dan katakanlah apa yang mereka katakan, tahanlah apa-apa yang mereka tahan, dan tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena itu akan membuat jalanmu lapang seperti lapangnya jalan mereka.”
Dari Yusuf bin Asbath, dia berkata:
قال سفيان يا يوسف إذا بلغك عن رجل بالمشرق أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام وإذا بلغك عن آخر بالمغرب أنه صاحب سنة فابعث إليه بالسلام فقد قل أهل السنة والجماعة
“Berkata Sufyan: Wahai Yusuf, jika sampai kepadamu seseorang dari Timur bahwa dia seorang pengikut As Sunnah, maka kirimkan salamku untuknya. Jika dating kepadamu dari Barat bahwa dia seorang pengikut As Sunnah, maka kirimkan salamku untuknya, sungguh, Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu sedikit.”
Dari Ayyub, dia berkata:
إني لأخبر بموت الرجل من أهل السنة فكأني أفقد بعض أعضائ
“Sesungguhnya jika dikabarkan kepadaku tentang kematian seorang dari Ahlus Sunnah, maka seakan-akan telah copot anggota badanku.”
Dan masih banyak lagi nasihat yang serupa.[25]
Sementara Al Ustadz Hasan Al Banna Rahimahullah menegaskan tentang fikrahdakwahnya:
دعوة سلفية : لأنهم يدعون إلى العودة بالإسلام إلى معينه الصافي من كتاب الله وسنة رسوله. وطريقة سنية : لأنهم يحملون أنفسهم علي العمل بالسنة المطهرة في كل شيء ، وبخاصة في العقائد والعبادات ما وجدوا إلى ذلك سبيلا
“Da’wah Salafiyah: karena mereka menyeru kembali kepada Islam dengan maknanya yang murni dari Kitabullah dan Sunnah RasulNya.
Thariqah sunniyah: karena mereka membawa jiwa untuk beramal dengan sunnah yang suci dalam segala hal, khususnya dalam hal aqidah dan ibadah, sejauh yang mereka mampu.”[26]
[1] Imam Al Lalika’i, Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, 1/29. Syaikh Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, Al Wajiz fi ‘Aqidah As Salaf Ash Shalih, Hal. 159. Imam Abul Faraj Al Jauzi, Talbis Iblis, Hal.10
[2] Imam Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkamil Quran, 4/167. Tafsir Ibnu Abi Hatim, 3/124. Imam Al Baghawi, Ma’alimut Tanzil, 2/87. Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 2/10. Imam Ibnul Jauzi, Zaadul Masir, 1/393. Imam As Suyuthi, Ad Durul Mantsur, 2/407
[3] Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah, Hal. 26
[4] Syaikh Abdullah bin Abdil Hamid Al Atsari, Al Wajiz fi ‘Aqidah As Salaf Ash Shalih, Hal.25
[5] Imam Al Lalika’i, Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, 1/63
[6] HR. At Tirmidzi, 9/235/2565. Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, 6/141
[7] Al Wajiz …, Hal. 25
[8] Ushulul Iman, Hal. 173
[9] HR. Ibnu Majah, 11/493/3982. Ath Thabarani, Musnad Asy Syamiyin, 3/334/963. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, lihat Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah, 8/492
[10] HR. Abu Daud, 12/195/3980. Ibnu Hibban, 26/34/6353. Abu Ya’la, 12/165/5777. Imam Al Hakim mengatakan shahih sesuai syarat Imam Muslim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, 1/426/405
[11] HR. Ibnu Majah, 11/494/3983. Al Baihaqi, Dalail An Nubuwwah, 7/42/2545. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2042
[12] Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Ash Shahwah Al Islamiyah Baina Al Ikhtilaf Al Masyru’ wat Tafarruq Al Madzmum, Hal. 27
[13] Imam Ibnu Hajar, Taqribut Tahdzib, 1/763. Imam Badruddin Al ‘Aini, Maghani Al Akhyar, 6/63/527
[14] Imam Ad Dzahabi, Al ‘Ibar fi Khabar min Ghabar, Hal. 38
[15] Imam Adz Dzahabi, Man Lahu Ar Riwayah fi Kutub As Sittah, 2/207
[16] Imam Ibnu Rajab, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 5/200
[17] HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, 7/316/7977. Imam Al Haitsami mengatakan: rijal (perawi) hadits ini tsiqat (kredibel), Majma’ Az Zawaid, 6/234
[18] Syaikh Muhammad bin Abdirrahman Al Khumais, I’tiqad Ahlis Sunnah Syarh Ashhabil Hadits, Hal. 134
[19] Al Imam Asy Syahid Hasan Al Banna, Majmu’ah Ar Rasail, Hal. 368. Al Maktabah At Taufiqiyah
[20] Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsamin, Syarh Al Arbain An Nawawiyah, Hal. 263. Al Mausu’ah Asy Syamilah
[21] Syaikh Mut’ab bin Suryan Al ‘Ashimi, Kasyful Haqaiq Al Khafiyah ‘Inda Muda’i As Salafiyyah, Hal. 15-16. Dar Ath Tharafain
[22] HR. Abu Daud, 12/211/3991. At Tirmidzi, 9/287/2600, katanya: hasan shahih. Ibnu Majah, 1/50/43. Ahmad, 35/9/16521. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 10/114. Al Hakim, Al Mustadrak, 1/319/301, katanya: hadits ini shahih tak ada cacat. Syaikh Al Albani mengatakan: sanadny shahih. As Silsilah Ash Shahihah, 3/11/937
[23] HR. At Tirmidzi, 8/69/2081. Katanya: hasan shahih gharib. An Nasa’i, As Sunan Al Kubra, 5/389. Syaikh Al Albani menshahihkan, lihat Irwa’ul Ghalil, 6/215
[24] HR. At Tirmidzi, 8/69/2091, katanya: hasan shahih gharib. Ahmad, 1/113/109. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, 7/91. An Nasa’I, As Sunan Al Kubra, 5/387. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, 11/270. Ibnu Hibban, 19/15/4659. Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shahihain, 1/376/356, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam As Silsilah Ash Shahihah, 1/429/430
[25] Lihat semua ucapan salaf ini dalam Talbisu Iblis, hal. 10-11, karya Imam Abul Faraj bin Al Jauzi
[26] Al Imam Asy Syahid Hasan Al Banna, Majmu’ah Ar Rasail, Hal. 183. Al Maktabah At Taufiqiyah
Comments
Post a Comment