Tamarrud Vs Tajarrud


Oleh: Sapto Waluyo
Direktur Eksekutif CIR, Alumnus RSIS Singapura
Dikutip dari Harian Republika

Krisis politik di Mesir akhirnya memakan korban jiwa rakyat tak berdosa. Pengunjuk rasa damai pro-Presiden Mursi ditembaki saat shalat subuh (8/7). Tragedi yang layak disebut pembantaian itu menewaskan 51 orang dan 432 luka-luka. Pada jum'at sebelumnya (5/7), demonstran prokonstitusi juga ditembaki. 47 orang dikabarkan tewas di berbagai lokasi.

Krisis Mesir dipicu oleh gerakan Tamarrud (pembangkangan) yang dipelopori lima aktivis kiri beraliran Sosialis-Nasseris. Pada 28 April 2013, mereka canangkan pembangkangan sipil karena menurut salah satu pendirinya sekaligus jubir, Mahmoud Badr, pemerintahan Mursi telah gagal memenuhi tuntutan Revolusi 25 Januari 2011.

Pendukung awal Tamarrud adalah anggota Egyptian Movement for Change yang lebih dikenal dengan slogan "Kefaya" (cukup sudah). Mereka menentang rezim Husni Mubarak pada 2004-2005 dan kini bereinkarnasi menjadi gerakan populis berkolaborasi dengan elite loyalis Mubarak.

Aktivis Tamarrud menyebarkan pamflet dan petisi antipemerintahan Mursi. Pada akhir Juni 2013, mereka mengklaim mengumpulkan 15 juta dukungan rakyat. Tapi, mendadak pada awal Juli, persis menjelang kudeta militer, klaim meroket 22 juta tanda tangan. Tak ada bukti kongkret.

Uniknya, Tamarrud memberi ultimatum pada 2 Juli 2013 sebagai batas akhir Mursi untuk mundur jika tak memenuhi tuntutannya. DeadlineI serupa diajukan militer sehingga ada yang menyebut Tamarrud hanya alat militer untuk membuat prakondisi chaos.

Ahmed al-Masri, salah seorang pendiri Tamarrud, menegaskan, "Rakyat sudah jenuh dengan Mursi." Jika benar demikian, mengapa mereka tidak bersiap menyambut pemilihan umum legislatif yang dijadwalkan pada 2014 atau pemilihan presiden 2016? Mursi, berdasarkan mandat pemilu 2012 dan konstitusi baru, telah membangun asas presidensialisme yang kuat dan supremasi sipil atas militer. Tamarrud memunculkan setback dengan sengaja mengundang militer intervensi politik.

Sikap Tamarrud sungguh menyedihkan dan mencederai elan gerakan kiri/sosialis. Apabila aktivitas Tamarrud membayangkan militer dapat diajak bergabung dalam gerakan revolusioner, seperti kisah Fidel Castro dan Che Guevara pada era 1950-an, mereka tersesat dalam romantisme buta.

Militer di Mesir dikenal sebagai salah satu korps paling mewah di Timur Tengah, mirip dengan militer Iran pada era Reza Syah. Kekayaan petinggi militer sangat kontras dibandingkan kesejahteraan prajurit, apalagi rakyat Mesir yang 40 persen terbelenggu kemiskinan. Program 100 hari Mursi mengubah alokasi APBN untuk pegawai rendah, prajurit polisi/tentara, dan petani di desa.

Pengaruh asing juga terdeteksi dalam aksi Tamarrud. Tragisnya, sebagian elite dari Kerajaan Arab Saudi  dan Uni Emirat Arab memberikan dukungan, seperti terlihat dalam logistik dan perlengkapan aksi lebih siap. Ada dugaan preman bayaran direkrut untuk melakukan provokasi dan perusakan sarana publik.

Mulanya, Tamarrud disokong terbatas kelompok kiri yang dalam pilpres, calon mereka, Hamdan Sabbahi, keok pada putaran pertama. Kemudian, dukungan melebar kaum liberal tergabung Front Penyelamat Nasional (NSF), pimpinan Mohammed al-Baradei. Aksi Tamarrud makin gencar setelah di-endorse Ahmad Syafiq (mantan PM) dan pentolan NDP antek Mubarak.

Partai An Nur yang didukung gerakan Salafi terbelah, ada yang pro-Mursi, ada yang mengamini tuntutan Tamarrud, namun tak mau ikut aksi. Sejatinya, ideologi Salafi memang tidak mengenal pemberontakan (bughat) terhadap pemerintah sah. Mereka hanya setuju rekonsiliasi nasional.

Kelompok minoritas Kristen Koptik dan elemen Syiah ikut terlibat karena alasan praktis menuntut keadilan atas korban kerusuhan sektarian di beberapa daerah. Mereka menuntut keadilan terhadap korban yang sebenarnya bukan tanggung jawab Mursi karena pihak kepolisian dan militer tak menjalankan perintah presiden untuk melindungi seluruh rakyat. Aparat keamanan tak mencegah kekerasan secara serius dan membongkar kaum perusuh bertopeng.

Untuk melawan manipulasi Tamarrud, tampil Tajarrud (totalitas/imparsial), gerakan spontan menolak klaim gerakan kiri. Tak hanya melibatkan kubu Islamis, tetapi kalangan independen pun bergabung, sampai 20 Juni sudah mengumpulkan 11 juta dukungan konkret. Fakta di lapangan membuktikan demonstrasi Tajarrud selalu lebih besar dibandingkan Tamarrud.

Menurut BBC, unjuk rasa pro-Mursi di seluruh pelosok Mesir, kota dan desa mencapa 30 juta orang. Sedangkan, anti-Mursi kebanyakan di kota besar. Misi utama Tajarrud sederhana, yakni kembalikan legalitas Presiden Mursi berdasarkan konstitusi yang sudah disetujui mayoritas rakyat (71 persen) dalam referendum.

Tuntutan lainnya:

  1. Membatalkan kudeta inkonstitusional dan keputusan yang menyertainya (termasuk pengangkatan presiden sementara) karena hal itu merampas kedaulatan rakyat.
  2. Menetapkan kembali konstitusi yang sudah disetujui mayoritas masyarakat dalam referendum dan memulai dialog nasional untuk mencapai konsensus bagi amandemen konstitusi.
  3. Meminta pertanggungjawaban aparat atas segala tindakan opresif, termasuk pembantaian terhadap pengunjuk rasa, penangkapan tokoh politik, dan penutupan stasiun televisi publik.
Pihak militer menuding kelompok Tajarrud dipersenjatai. Itu omong kosong karena saat markas besar Ikhwanul Muslimin diserbu dan dirusak Tamarrud, tak ada yang bisa mengamankan. Malah aksi Tamarrud acap kali menimbulkan korban. Penampilan tim inti Tajarrud memang mengesankan banyak wartawan karena penuh disiplin mengatur massa aksi.

Tak  terdengar ada pelecehan seksual dalam aksi Tajarrud, berbeda dengan demonstrasi Tamarrud yang mencatat 100 lebih perempuan dilecehkan. Aktivis Tajarrud terlihat gagah dengan celana komando, topi proyek, dan masker pelindung. Tapi, tak ada bom molotov, apalagi amunisi berbahaya. Bentrokan bersenjata terjadi di El Arish, perbatasan Sinai, yang selama ini rawan dan tak sepenuhnya dikontrol militer.

Masyarakat dunia kini menyaksikan kelompok mana yang benar-benar anti kekerasan. Tapi, mereka tak takut bertaruh nyawa untuk mempertahankan keyakinan dan kedaulatan warga.

Comments

Popular posts from this blog

Sikap Positif Bangsa Arab Jahiliyah Sebagai Modal Turunnya Islam di Jazirah Arab

Abu Nawas Melarang Rukuk dan Sujud dalam Shalat

Canda Nabi - Nenek Tua dan Surga