Pemimpin dan Kekuatan Doa


Teman baikku yang bijak berkata: “doakan saja mereka supaya menjadi seperti Umar bin Khattab”. Sebuah komentar yang sangat dalam. Ingatan pun melayang ke puluhan tahun silam, saat aku masih sering diajak bapakku berjualan bunga di emperan toko di jalan Melawai Blom M.
Aku masih duduk di kelas 3 SD waktu itu. Saat menemani bapak berjualan bunga, ada satu pemandangan yang terbiasa aku lihat saat itu. Bapak dengan tangan kiri memegang erat sepeda tuanya, dan tangan kanan memegang pisau dan diacungkan ke arah petugas kamtibmas (sekarang satpol PP). Lebih baik mati bersimbah darah daripada sepeda dan dagangan bunga penyambung hidup keluarganya disita oleh negara.
Separuh dari kakak kandungku mati muda karena bapak tentu tidak sanggup membayar biaya berobat saat mereka sakit keras. Tapi dengan segala ketekunan, keringat dan darahnya, beliau masih mampu menyekolahkan separuh anak-anaknya sampai selesai, dengan bermodalkan sepeda tuanya, dan sekeranjang bunga yang kadang diinjak-injak aparat karena berjualan di area terlarang.
Saat ini aku telah bekerja nyaris satu dekade setelah lulus dari bangku kuliah. Pemandangan yang terlihat tidak banyak berubah. Ada orang mati yang keliling jakarta didalam gerobak yang diseret ibunya karena tidak bisa membeli sepetak tanah untuk penguburannya. Ada pedagang kaki lima yang kehilangan anaknya diantara derap sepatu lars satpol PP. Andai almarhum bapak hidup di saat ini, aku tidak yakin dia sanggup menyekolahkan anak-anaknya sampai selesai dengan segerobak bunga yang dibeli pagi hari dan layu di sore hari, kadang patah terbuang di selokan setelah “pembersihan”, karena tidak sanggup menebusnya setelah disita. Para petugas itu tentu melakukan tanpa sadar, bahwa setelah kejadian itu, ada satu keluarga yang kehilangan kesempatan untuk makan esok harinya.
Jika memang para pemimpin yang mesti kita pilih hingga hari ini adalah yang terbaik dari yang terburuk, tampaknya bagi aku yang sejak kecil diajarkan untuk percaya bahwa Tuhan itu Maha Kuasa, berdoa adalah satu-satu nya jalan yang paling masuk akal hari ini, besok, lusa, dan seterusnya. Ya, Tuhan memang bekerja dengan cara yang misterius. Jika dulu Umar Bin Khattab sering berkeliling tengah malam untuk sidak rakyatnya yang kelaparan, mungkin saja para elite politik sekarang medapatkan hidayah untuk keluar tengah malam melihat langsung kebawah mendengar keluhan rakyaknya , bukannya malah mengirim pasukan elite tengah malam untuk menciduk para penyuara kebenaran.

Comments

Popular posts from this blog

Sikap Positif Bangsa Arab Jahiliyah Sebagai Modal Turunnya Islam di Jazirah Arab

Abu Nawas Melarang Rukuk dan Sujud dalam Shalat

Canda Nabi - Nenek Tua dan Surga